JAKARTA, CNEWS.CO.ID – Sejumlah pihak menyoroti sikap Agus Flores yang dianggap terlalu membesar-besarkan nama “Presisi” dalam setiap kegiatan organisasi yang ia pimpin. Banyak yang menganggap bahwa organisasi seharusnya berfokus pada substansi kerja, bukan justru menyerupai gaya institusi kepolisian yang terlalu simbolis. Minggu (26/01)
Pakar bahasa pun turut mengkritik penggunaan istilah yang berlebihan dan terkesan “mendewakan”. Menurut mereka, bahasa yang digunakan dalam komunikasi organisasi Agus Flores cenderung tidak proporsional, melampaui batas, dan seolah memposisikan dirinya di atas segala hal.
“Penggunaan istilah yang berlebihan ini jelas melanggar prinsip-prinsip komunikasi yang baik, dan bahkan melenceng dari kode etik jurnalistik. Pemimpin organisasi seperti Agus Flores seharusnya paham bahwa profesionalisme lebih penting daripada pencitraan,” ungkap seorang pengamat komunikasi.
Seseorang yang enggan disebutkan namanya, menduga bahwa Agus Flores hanya berusaha menarik perhatian pejabat Polri, meski kontribusi karyanya dianggap tidak sebanding dengan pencitraan yang dilakukan. Bahkan, tata bahasa yang digunakan dalam pernyataan publiknya disebut semrawut dan tidak terstruktur, sehingga sulit untuk dianggap serius.
Bahkan, Agus Flores tidak begitu dikenal di kalangan pejabat utama (PJU) Mabes Polri. Ia hanya terlihat seolah-olah memiliki hubungan baik dengan para pejabat tersebut, padahal nyatanya hanya demi kepentingan pribadi, khususnya urusan saku.
Sejumlah politisi juga turut menyoroti karya tulis Agus Flores yang dianggap tidak memiliki keabsahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menurut mereka, Agus hanya berupaya menarik perhatian para PJU Mabes Polri, meskipun kontribusi nyata dari karyanya dinilai nol besar.
“Hanya sibuk pencitraan tanpa hasil konkret,” ungkap salah satu politisi yang mengkritiknya dan tak mau disebutkan namanya.
Kritik ini semakin memperkuat anggapan, bahwa Agus Flores lebih fokus pada kepentingan pribadi daripada profesionalisme dalam organisasi yang ia pimpin. (Roky)